HIKMAHTausiyah

Ramadan dan Kesalehan Sosial

Tuban, PCNU Tuban
Ramadan adalah bulan mulia. Bulan penuh berkah dan ampunan. Bulan di mana saatnya kita berlomba-lomba menunaikan ibadah dan kebaikan kepada sesama, sekaligus mengharap rida-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Lalu, bagaimana ciri-ciri orang bertaqwa? Dalam Alquran surah Ali Imron ayat 34-35 disebutkan:

ٱلَّذِینَ یُنفِقُونَ فِی ٱلسَّرَّاۤءِ وَٱلضَّرَّاۤءِ وَٱلۡكَـٰظِمِینَ ٱلۡغَیۡظَ وَٱلۡعَافِینَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ یُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِینَ

  1. Mereka yang mau berinfaq baik dalam kondisi longgar rezeki maupun dalam keadaan krisis.
  2. Orang yang mampu menahan marah.
  3. Orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain.
  4. Orang-orang yang jika melakukan kesalahan atau maksiat, mereka ingat Allah dan memohon ampun pada-Nya.

Jika kita perhatikan dari empat ciri orang tersebut, tiga di antaranya berkaitan dengan kesalehan sosial. Yakni, dermawan dengan memiliki kepekaan sosial, menahan amarah—tidak mudah menghujat orang lain, dan membangun hubungan yang harmonis di tengah masyarakat dengan cara memaafkan kesalahan orang lain.

Dari pemahaman ayat di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa puasa di bulan Ramadan sebenarnya punya maksud dan nilai yang sangat mulia, yang tidak hanya terbatas pada pembentukan pribadi-pribadi saleh, tapi juga membentuk karakter building sebuah masyarakat (bangsa) yang saleh dan kokoh.

Hal ini menunjukkan bahwa puasa sarat akan pesan etika kesalehan sosial yang sangat tinggi, seperti pengendalian diri, disiplin, kejujuran, kesabaran, solidaritas, dan saling tolong-menolong. Ini merupakan potret yang mengarah kepada eratnya kesalihan pribadi dengan kesalihan sosial.

Ketika kita sudah dapat menangkap nilai yang terkandung dalam puasa, maka diharapkan mampu membebaskan diri dari bayang-bayang egoisme dan menghayati kembali nilai-nilai fitrah suci dalam diri.

Dengan demikian, maka kita sebenarnya telah tersadar akan posisi diri kita sebagai makhluk sosial sejati, yang harus peka terhadap problematika kehidupan sosial di sekitarnya—dalam arti tidak lagi berpangku tangan dan justru akan menjadi ringan tangan—membantu sesama yang masih dirundung duka dan nestapa.

Akhir kata, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Suci Romadhon. (*)

Penulis: M. Arifuddin (Katib Syuriah PCNU Tuban)
Editor: Ahmad Atho’illah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button