
Tuban, PCNU Online
Beberapa hari terakhir, dunia maya (khususnya Facebook) dihebohkan dengan munculnya grup bernama “Gay Tuban”. Grup ini aktif banget. Isinya? Orang-orang yang secara terbuka mengidentifikasi dirinya sebagai gay, saling ngobrol, saling kenal, dan… ya, saling terbuka soal identitas mereka.
Buat sebagian orang, mungkin ini dianggap hal biasa di zaman sekarang. Tapi buat masyarakat Tuban—yang dikenal religius, kental tradisi Islam, dan masih menjunjung budaya timur—fenomena ini bikin banyak orang mengernyitkan dahi.
Nah, artikel ini bukan buat nge-judge siapa pun. Tapi sebagai bagian dari umat Islam, kita perlu ngobrol soal ini. Supaya jelas: apa sih pandangan Islam tentang hubungan sesama jenis? Kenapa dilarang? Dan bagaimana kita sebagai generasi muda muslim harus menyikapinya?
Islam Bukan Sekadar Melarang, Tapi Menjaga
Pertama-tama, perlu digarisbawahi: Islam nggak anti cinta. Tapi Islam ngatur cara cinta itu disalurkan.
Islam mengenal cinta, kasih sayang, dan afeksi. Tapi semuanya ada tempatnya. Hubungan yang dibenarkan dalam Islam ya cuma satu: antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan yang sah. Di luar itu? Ya, jelas dilarang.
Kenapa? Karena ini bukan cuma soal perasaan. Tapi juga soal fitrah, kesehatan, kelangsungan generasi, dan tatanan sosial. Allah nggak asal buat aturan. Setiap larangan pasti ada perlindungannya.
Apa Kata Al-Qur’an dan Hadis?
Kisah tentang hubungan sesama jenis bukan hal baru. Di zaman Nabi Luth AS, masyarakat saat itu sudah melakukan praktik ini secara terang-terangan. Akhirnya mereka diazab oleh Allah. Bukan karena mereka berbeda, tapi karena menyalahi aturan Allah secara sengaja dan masif.
Allah berfirman yang artinya: “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk menyalurkan nafsumu, bukan kepada wanita? Sungguh, kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 81)
Dan dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad & Tirmidzi)
Dalil-dalil ini jelas dan tegas. Jadi bukan cuma tradisi atau pendapat ulama, tapi langsung dari wahyu.
Tapi… Bukankah Mereka Terlahir Begitu?
Pertanyaan kayak gini sering banget muncul di kalangan anak muda. “Tapi Kak, bukankah mereka nggak minta dilahirkan seperti itu?” Atau, “Tapi dia baik, kok. Nggak ganggu siapa-siapa.”
Benar, mereka adalah manusia. Dan setiap manusia layak dihargai sebagai makhluk Allah. Tapi bukan berarti setiap perilaku harus dibenarkan. Islam membedakan antara pelaku dan perbuatannya.
Kita diajarkan untuk menolak perilakunya, tapi tidak membenci orangnya. Kalau ada yang sedang mengalami kebingungan identitas, justru itu tugas kita buat mendekati, ngajak ngobrol, pelan-pelan ngajak ke jalan yang benar. Bukan malah dibully atau dijauhi. Dakwah itu harus penuh kasih, bukan emosi.
Kita Hidup di Era Bebas, Tapi Bukan Bebas Nilai
Jangan salah, sekarang ini banyak banget narasi di luar sana yang bilang: “Love is love”, “Be yourself”, atau “It’s okay to be different.” Terdengar keren, ya? Tapi kita harus hati-hati. Karena kalau nggak disaring, narasi kayak gini bisa menyesatkan.
Sebebas-bebasnya hidup, tetap harus ada nilai yang jadi pegangan. Dan buat kita, pegangan itu ya Al-Qur’an dan Sunnah. Islam bukan mengekang, tapi melindungi.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kalau kamu lihat fenomena kayak “Gay Tuban” dan bertanya-tanya, “Terus kita harus gimana?” Jawabannya nggak susah, tapi juga nggak gampang:
- Jangan reaktif, jangan nyinyir. Jangan langsung main judge, apalagi nyebarin kebencian.
- Perkuat pemahaman agama. Biar nggak goyah sama arus pemikiran yang bebas nilai.
- Bangun ruang diskusi sehat. Buat forum, komunitas, atau kajian yang ngangkat tema kayak ini, biar anak muda punya tempat bertanya dan paham.
- Dampingi, bukan jauhi. Kalau kamu punya teman yang mulai goyah atau merasa “berbeda”, dekati. Jangan tinggalkan. Tugas kita adalah ngajak, bukan mengusir.
Fenomena “Gay Tuban” bukan cuma soal medsos, tapi soal bagaimana kita sebagai generasi muda muslim menyikapi perubahan zaman yang kadang begitu cepat dan membingungkan.
Kita nggak bisa tutup mata. Tapi juga nggak boleh kehilangan arah. Islam udah kasih panduan, tinggal kita mau belajar dan mengamalkan atau enggak.
Yuk, jaga diri kita, jaga sahabat-sahabat kita, dan jaga Tuban — biar tetap jadi kota yang religius, adem, dan penuh nilai kebaikan.
Penulis: Muhamad Ulil Arham
Wakil Sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Tuban – Bidang Kajian Keislaman