ArtikelTAFSIR

Mending Membunuh Daripada Memfitnah? Begini Tafsir al-Baqarah Ayat 191

Tuban, PCNU Online
Alquran menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari hal yang bersifat ritual sampai hal yang bersifat sosial. Maka dari itu, selain hanya dibaca, kandungan Alquran juga harus dipahami dengan saksama melalui berbagai kajian tafsir.

Namun, kecenderungan orang akan pemahaman kalam Allah secara tekstual masih menjadi permasalahan di dalam kajian Alquran itu sendiri, yang hal tersebut berdampak pada pola pikir yang kurang pas akan hakikat dari agama itu sendiri. Contohnya adalah munculnya ekstrem kanan maupun ekstrem kiri di tubuh Islam.

Pemahaman tekstual sendiri juga menyebabkan kesulitan pada umat Islam itu sendiri terutama saat mengkaji permasalahan hukum (fikih) dalam penerapannya terhadap kehidupan di ruang dan waktu yang jauh berbeda dengan era Rasulullah Saw. dan Sahabatnya. Begitu juga pemahaman akan teologi (akidah) dan tasawuf juga terdampak.

Di kolom story WhatsApp, seorang teman penulis memosting kutipan ayat Alquran yang memuat redaksi populer di kalangan umat Islam, yakni “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.” Di sana dia memberikan statement “Jika saya disuruh memilih antara memfitnah atau membunuh, tentu saya akan memilih untuk membunuh, karena memfitnah lebih kejam.” Apakah statement tersebut sesuai dengan ayat yang dimaksud?

Ayat yang memuat redaksi tersebut adalah Q.S. al-Baqarah ayat 191 yang berbunyi:

وَاقْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ وَالْفِتْنَةُ اَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِۚ وَلَا تُقٰتِلُوْهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتّٰى يُقٰتِلُوْكُمْ فِيْهِۚ فَاِنْ قٰتَلُوْكُمْ فَاقْتُلُوْهُمْۗ كَذٰلِكَ جَزَاۤءُ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya: “Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjid al-Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir.”

Ayat lain yang memiliki redaksi serupa adalah Q.S. al-Baqarah ayat 217 yang bukan menggunakan redaksi asyaddu (lebih kejam) namun menggunakan redaksi akbaru (lebih besar). Secara umum makna dari dua redaksi tidak jauh berbeda.

Makna Fitnah dalam Alquran

Masalah atas pemahaman tersebut adalah dalam aspek bahasa, yakni kebanyakan orang mengira bahwa diksi-diksi ataupun istilah yang ada di Alquran memiliki definisi yang sama dengan yang ada di kamus Indonesia.

M. Quraish Shihab dalam buku “Islam yang Disalahpahami” mengatakan bahwa pemahaman atas redaksi “fitnah” tersebut sebenarnya merupakan suatu kesalahan. Karena kata “fitnah” yang didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai tuduhan yang tidak sesuai dengan kenyataan, itu tidak berhubungan dengan kata “fitnah” yang dimaksud dalam Bahasa Alquran.

Redaksi “fitnah” dalam Alquran sendiri disebutkan sebanyak 60 kali dan di antaranya tidak ada satupun redaksi yang bermakna fitnah seperti definisi KBBI tersebut. Karena kata “fitnah” yang didefinisikan di KBBI dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “buhtan”.

Buhtan sendiri dalam Alquran disebutkan dalam sighat masdar tersebut sebanyak enam kali, yakni di al-Nur ayat 16, al-Mumtahanah ayat 12, al-Nisa ayat 20, 112, 156, al-Ahzab ayat 58.

Lalu, apa yang sebenarnya dimaksud “fitnah” dalam teks-teks Alquran? Secara historis, kata tersebut pada mulanya digunakan sebagai istilah pembakaran emas dengan api, di mana emas ketika dibakar bisa bersih dari kotoran-kotoran yang menempel (Quraish Shihab, 2018: 254).

Fitnah juga bermakna ujian, di mana kisah Nabi Musa a.s. ketika diuji ketabahannya yang dikisahkan dalam Surah Taha ayat 40. Kata fitnah juga bermakna sesuatu yang mengakibatkan dosa, seperti yang disebutkan dalam Surah al-Taubah ayat 49. Kata fitnah bisa bermakna bala’ dalam bentuk istidraj, yakni ujian yang menyenangkan, bisa juga bala’ dalam bentuk musibah, yakni ujian yang tidak menyenangkan (Quraish Shihab, 2018: 255).

Ulama-ulama tafsir lain, seperti Jalaluddin al-Suyuti dalam Tafsir Jalalain, al-Thabari dalam Tafsir Thabari, Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, dan sebagainya menjelaskan makna fitnah dengan hampir sama, yakni fitnah sinonim dari syirik, yakni perbuatan menyekutukan Allah Swt.

Adapun al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf menguraikan fitnah dalam teks Alquran menjadi tiga makna, yakni al-mihnah atau al-bala’; adzab atau siksaan akhirat; dan Syirik. (Mursalim, dkk, 2023).

Dalam konteks sosial, Ibn Asyur, pengarang Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir memberikan makna fitnah sebagai sesuatu yang menyebabkan rasa takut dan peruntuhan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Segala sesuatu yang menyebabkan situasi masyarakat yang tidak kondusif, seperti ketidakstabilan keamanan dan ketertiban, ketidakstabilan politk, ketidakstabilan ekonomi, dan sebagainya bagi Ibnu Asyur merupakan representasi dari fitnah.

Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan makna fitnah di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa statement “Mending membunuh, daripada memfitnah.” merupakan kesalahan dalam memahami teks Alquran baik secara lughawi (bahasa) maupun konteks seperti: asbab al-nuzul¬, yaitu latar belakang turunnya ayat (al-Suyuthi, 2021); qasas atau kisah-kisah dalam Alquran; tafsir; dan ta’wilnya.

Pembunuhan dan fitnah (versi KBBI) dalam Islam sama-sama dosa besar yang harus dijauhi. Namun yang perlu diketahui, dalam berbagai literatur Islam, salah satu dosa besar adalah membunuh sesama saudara muslim dan sebagainya yang tercatat dalam beberapa kitab. Wallahu a’lam.

Penulis: Izzulhaq At Thoyyibi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button