ArtikelPondok PesantrenRAMADHAN

Buka Puasa Bersama Santri dan Indahnya Kenangan Masa Lalu

Tuban, PCNU Online
Hari hampir petang. Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore. Para santri Ma’had Bahrul Huda baik putra maupun putri sudah bersiap duduk rapi di Masjid KH M. Hasyim Asy’ari di kompleks ma’had. Mereka akan mengikuti pengajian menjelang berbuka puasa bersama KH Ahmad Syariful Wafa, Ketua Yayasan Mambail Futuh, Jenu.

Dan waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Pengajian dimulai. Dengan mantap Kiai Wafa (sapaan akrab Ahmad Syariful Wafa) memulai ngaji kitab Tafsir Al Munir dengan membuka Surah Al Mubarok atau Surah Al Mulk.

Saya pun ingat ketika ngaji di Gus Baha’ sebelum puasa. Gus Baha menjelaskan bahwa fadilahnya Surat Al Mubarok itu bisa menolong orang yang membacanya dan membatalkan masuk neraka. Setelah itu kemudian diangkat ke surga.

Dalam pembahasan ini, Kiai Wafa menekankan pentingnya akidah dan tauhid. Para santri pun mengikuti penjelasan dengan tekun, meski sebagian ketika disuruh membuka Alquran ada yang tidak membawa. Saya pun duduk membaur dengan para santri layaknya santri beneran, sehingga terbayang saat masih nyantri dulu, tahun 70-an.

Ketika itu ngaji di Pondok Langitan, diasuh Romo Kiai Haji Abdul Hadi. Karena sudah udzur, saat itu mbalahnya dari dalam kamar menggunakan pengeras suara. Sedang KH Abdulloh Faqih masih muda, sehingga para santri memanggilnya Gus Qih.

Kembali ke Ma’had Bahrul Huda. Setelah datang waktu buka, ngaji diakhiri dengan bimbingan Kiai Wafa, para santri diajak berdoa. Dengan khusyuknya, para santri mengangkat tangan seraya mengucapkan, “Aamiin, aamiin, aamiin…”

Di sinilah pembentukan karakter anak tertanam mendalam, menghunjam sanubari santri, karena kiainya berdoa dengan ikhlas dan khusyuk, sedang santrinya mengamini dengan khudlu’.

Selesai doa, sebagian santri berebut menyalami dan mencium tangan Kiai, dan sebagian berhamburan mengambil takjil yang sudah disiapkan di luar masjid. Masing-masing mengambil minuman satu gelas kolak, satu gelas es sirup, dan satu kotak nasi, lengkap dengan sayur dan lauknya. Mereka makan dengan penuh riang gembira, sementara Kiai Fathul Huda, pengasuh Ma’had Bahrul Huda bersama Bu Nyai Fathul Huda mengawasi dengan sorot mata yang penuh kasih sayang, layaknya menyayangi putra-putrinya sendiri. Tanpa terasa, saya meneteskan air mata penuh keharuan.

Setelah makan, dan begitu terdengar ikamah, mereka kembali masuk ke masjid untuk jamaah salat Maghrib. Dengan rapi para santri mengisi saf demi saf—berbaris mengikuti komando imam. Sementara Kiai Fathul Huda dan saya berada di saf belakang.

Sehabis salam, para santri pun mengikuti wiridan sampai imam membaca doa. Begitu selesai berdoa, para santri kembali berebut berjabat tangan. Setelah itu, barulah mereka berhamburan keluar masjid dengan penuh keceriaan. (*)

Penulis: H. Kasduri (Pengurus MUI dan FKUB Tuban)
Editor: Ahmad Athoillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button