
Tuban, PCNU Online
Taubat adalah bentuk pengakuan seorang hamba atas kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya, berakar dari kalimat “tawaba” yang memiliki arti “kembali”, tujuan dari taubat memang agar seorang hamba memohon ampunan serta kembali ke jalan yang diridai oleh Allah Swt. Taubat tidak hanya dilakukan sekali saja, akan tetapi berulangkali karena pada dasarnya bani adam tidak akan luput dari dosa dan kesalahan selama dia masih hidup.
Hal ini sesuai dengan perkataan al-Habib Umar ibn Hafidz yang menyatakan bahwa jangan tertipu oleh godaan setan yang mengatakan bahwa buat apa tobat akan tetapi masih melakukan kesalahan berulangkali.
Perintah untuk bertaubat setelah melakukan dosa dan kesalahan tidak hanya berlaku saat islam diwahyukan pada zaman Rasulullah saw, akan tetapi sudah disyariatkan sejak Nabi Adam as dan Siti Hawa melakukan kekhilafan kemudian diturunkan ke bumi.
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Doa Nabi Adam tersebut bisa ditemukan dalam surah al-A’raf: 23. Secara redaksi, ayat tersebut dengan jelas menggambarkan bagaimana doa tersebut mewakili penyesalan Nabi Adam as yang sangat mendalam setelah melanggar perintah Allah Swt.
Dalam Alquran, semua nabi dan rasul yang diutus oleh Allah Swt memerintahkan umatnya agar bertaubat kepada Allah Swt serta bagaimana umat para nabi dan rasul tersebut merespon, ada yang menurut, ada juga yang membangkang dengan konsekuensi azab yang diturunkan oleh Allah Swt. Tidak terkecuali Nabi Musa as, beliau beberapa kali memerintahkan baik kepada Firaun maupun kepada umatnya, Bani Israel untuk bertaubat kepada Allah Swt. Akan tetapi yang akan menjadi topik pembahasan kali ini adalah yang terdapat pada surah al-Baqarah: 54.
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْٓا اِلٰى بَارِىِٕكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِنْدَ بَارِىِٕكُمْۗ فَتَابَ عَلَيْكُمْۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Secara tekstual, ayat tersebut menjelaskan perihal Nabi Musa as yang memerintahkan Bani Isral untuk bertaubat karena telah menzalimi diri sendiri dengan menyembah patung anak sapi saat Nabi Musa as meninggalkan mereka untuk beribadah di bukit Thurisina selama empat puluh malam yang telah dijelaskan pada ayat sebelumnya. Hal yang akan dibahas kali ini adalah redaksi فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ yang dimana secara tekstual berarti “bunuhlah dirimu sendiri”. Hal ini menimbulkan kesan bahwa salah satu sarana bertaubat adalah dengan melakukan bunuh diri.
Mengutip tafsir Jami’ al-Ahkam Alquran karya imam al-Qurtubi, berikut ini adalah penafsiran redaksi tersebut oleh imam al-Qurtubi.
قال الزهري : لما قيل لهم : ﴿فَتُوبُوا إِلَى بَارِيكُمْ فَاقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ قاموا صفين وقتل بعضهم بعضاً، حتى قيل لهم : كُفُّوا. فكان ذلك شهادة للمقتول وتوبة للحي، على ما تقدم (۳).
وقال بعض المفسرين : أرسل الله عليهم ظلاماً ففعلوا ذلك. وقيل : وقف الذين عبدوا العجل صفا، ودخل الذين لم يعبدوه عليهم بالسلاح فقتلوهم (1). وقيل : قام السبعون الذين كانوا مع موسى فقَتَلُوا – إذ لم يعبدوا العجل – من عبد العجل (٥). ويُروى أن يوشع بن نون خرج عليهم وهم مُختَبون، فقال : ملعون من حل حبوته، أو مد طرفه إلى قاتله، أو اتقاه بيد أو رجل. فما حل أحد منهم حبوته حتى قتل منهم -يعني من قتل – وأقبل الرجل يقتل من يليه. ذكره النحاس وغيره
وإنما عوقب الذين لم يعبدوا العجل بقتل أنفسهم – على القول الأول – لأنهم لم يغيروا المنكر حين عبدوا (۱) ، وإنما اعتزلوا ، وكان الواجب عليهم أن يقاتلوا مَنْ عَبَدَه (۲).
وهذه سنة الله في عباده : إذا فشا المنكر ولم يُغَيَّر، عوقب الجميع؛ روى جرير قال : قال رسول الله ﷺ : ما من قوم يُعمل فيهم بالمعاصي هم أعز منهم وأمنع لا يُغيرون إلا عمهم الله بعقاب». أخرجه ابن ماجه في سننه (۳). وسيأتي الكلام (4) في هذا المعنى إن شاء الله تعالى.
فلما استحرَّ فيهم القتل، وبلغ سبعين ألفاً، عفا الله عنهم. قاله ابن عباس وعلي رضي الله عنهما (٥). وإنما رفع الله عنهم القتل لأنهم أعطوا المجهود في قتل أنفسهم. فما أنعم الله على هذه الأمة نعمة بعد الإسلام هي أفضل من التوبة
Imam al-Qurtubi mengutip beberapa riwayat hadis serta pendapat ulama’ untuk menafsirkan redaksi tersebut.
Imam al-Qurtubi mengutip pendapat imam ibnu Syihab al-Zuhri yang mengatakan bahwa pada saat nabi Musa as memerintahkan untuk bertobat dengan membunuh diri sendiri, maka Bani Israel mulai saling membunuh sampai nabi Musa as memerintahkan untuk berhenti, yang terbunuh mendapatkan syahid serta yang membunuh diterima taubat mereka.
Imam al-Qurtubi mengutip beberapa pendapat mufassir yang tidak disebutkan namanya seperti:
- Allah mengirimkan kegelapan kepada para penyembah patung anak sapi sehingga mereka saling membunuh.
- Para penyembah patung anak sapi berdiri berbaris sementara yang tidak menyembah patung anak sapi mendatangi mereka dengan membawa senjata kemudian membunuh para penyembah anak sapi.
- Tujuh puluh orang bersama Nabi Musa as (mereka yang tidak menyembah patung anak sapi) membunuh para penyembah patung anak sapi.
- Riwayat yang menyatakan bahwa Yusha’ ibn Nun (pembantu Nabi Musa as) keluar dari rumah untuk menemui para penyembah patung anak sapi yang bersembunyi lalu berkata “Terkutuklah bagi orang yang melepaskan ikat pinggangnya atau memandang ke arah pembunuhnya, atau melindungi diri dengan tangan dan kaki.” Setelah Yusha’ ibn Nun mengatakan hal tersebut, para penyembah patung anak sapi tidak bisa berbuat apapun dan membiarkan diri mereka terbunuh.
Imam al-Qurtubi mengutip riwayat lain yang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak menyembah patung anak sapi diberikan hukuman berupa membunuh diri mereka sendiri (berdasarkan pendapat pertama) karena mereka mengetahui perbuatan sesat tersebut akan tetapi tidak mencoba untuk menghentikannya dan malah menjauhkan diri.
Padahal diwajibkan bagi mereka (orang-orang yang tidak menyembah patung anak sapi) untuk memerangi para penyembah patung anak sapi, oleh karena itulah mereka saling bunuh tidak peduli apakah mereka para penyembah patung anak sapi atau bukan. Pendapat ini menguatkan pendapat pertama yang mengatakan bahwa Bani Israel saling membunuh.
Imam al-Qurtubi berpandangan bahwa peristiwa tersebut adalah sunnatullah, maka jika terdapat kemungkaran dan tidak ada seorang pun yang mencoba untuk menghentikannya maka semuanya akan dihukum, tidak peduli apakah orang tersebut adalah pelaku atau tidak.
Pendapat ini dikuatkan oleh hadis riwayat Ibnu Majah yang menyatakan bahwa jika terdapat sekelompok kecil yang melakukan kemaksiatan di tengah-tengah suatu kaum, akan tetapi kaum tersebut malah diam saja padahal mereka mampu untuk menghentikan kemaksiatan tersebut, maka Allah Swt akan menurunkan azab kepada kaum tersebut.
Imam al-Qurtubi menambahkan pada saat pihak yang saling membunuh mencapai tujuh puluh ribu orang, Allah Swt mengampuni mereka. pendapat ini diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang menyatakan bahwasanya Allah Swt mengangkat hukuman membunuh tersebut setelah Bani Israel telah berusaha sekuat tenaga untuk membunuh diri sendiri. Maka nikmat taubat adalah salah satu nikmat agung yang diberikan oleh Allah Swt kepada umat Nabi Muhammad saw.
Dari penjelasan Imam al-Qurtubi tersebut bisa disimpulkan bahwasanya bunuh diri dan membunuh sebagai sarana taubat memang pernah ada dan berlaku di syariat umat terdahulu. Maka kita sebagai umat Rasulullah saw memang patut dan diwajibkan untuk bersyukur karena Allah Swt menerima taubat seorang hamba tanpa perlu membunuh atau bunuh diri. Ini juga membuktikan bahwa Allah Swt sangat menyayangi hamba-hambanya, jauh lebih penyayang daripada kedua orang tua sekalipun. Wallahu a’lam.
Penulis: Ibadillah Fajar Muharram