ArtikelOPINIQURANRAMADHAN

Mengenal Maqasid Alquran dari Segi Sifatnya

Tuban, PCNU Online
Maqashid Alquran merupakan salah satu cabang ilmu dalam disiplin Ilmu Alquran dan Tafsir. Berbicara mengenai maqasid, tentu pembahasannya berfokus kepada tujuan-tujuan Alquran. Berbeda dengan maqasid al-syari’ah, cakupan maqasid Alquran jauh lebih luas karena pembahasannya tidak hanya terbatas kepada ayat-ayat ahkam.

Ulama berpandangan bahwa maqasid Alquran bisa ditemukan di setiap aspek mulai dari maqasid surah, maqasid tema, maqasid ayat, maqasid kalimat dan bahkan ada yang berpendapat bahwa setiap huruf Alquran juga memiliki maqasid. Dari segi sifat, maqasid Alquran dibagi menjadi dua yakni maqasid yang bisa dilihat secara jelas dalam nash serta maqasid yang tidak bisa dilihat dan perlu dilakukan ijtihad untuk menemukannya.

Maqasid yang bisa dilihat biasanya terdapat kalimat “لَعَلَّكُمْ” sebelum redaksi maqasid dan setelah redaksi amr walaupun tidak semuanya. Salah satu contoh sederhananya adalah Surah al-Baqarah: 183.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Bisa dilihat setelah kalimat “لَعَلَّكُمْ”, terdapat kalimat yang menunjukkan maqasid yakni “تَتَّقُوْنَۙ”. Maka bisa disimpulkan bahwa maqasid dari ayat tersebut adalah Allah mewajibkan berpuasa untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ayat-ayat yang mempunyai maqasid jelas tidak selalu menggunakan kalimat “لَعَلَّكُمْ”, ada juga yang menggunakan اِنَّ untuk memisahkan antara redaksi amr dan maqasid, salah satu contohnya terdapat pada surah al-Ankabut ayat 45.

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Bisa dilihat bahwa kalimat اِنَّ berperan sebagai penguat redaksi setelahnya (maqasid) serta memisahkan antara redaksi amr dan maqasid, sehingga maqasid dari ayat tersebut adalah Allah mensyariatkan salat untuk mencegah manusia dari melakukan perbuatan keji dan munkar.

Adapun maqasid yang tidak tercantum di dalam nash, ulama’ biasanya melakukan Ijtihad untuk menemukan maqasid. Salah satu contoh sederhananya adalah sebagai berikut.

وَجَعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا لِّيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِهٖۗ قُلْ تَمَتَّعُوْا فَاِنَّ مَصِيْرَكُمْ اِلَى النَّارِ

Artinya: Mereka (orang-orang kafir) itu telah membuat tandingan-tandingan bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bersenang-senanglah! Sesungguhnya tempat kembalimu adalah neraka.” (Qs. [14]: 30)

Pada akhir ayat bisa ditemukan kalimat تَمَتَّعُوْا yang memiliki arti “bersenang-senang”. Kalimat tersebut terkesan menunjukkan bahwa Allah SWT membiarkan atau bahkan memerintahkan orang-orang musyrik untuk bersenang-senang karena telah menyesatkan banyak manusia akan tetapi potongan ayat tersebut diakhiri dengan kalimat فَاِنَّ مَصِيْرَكُمْ اِلَى النَّارِ yang memiliki arti “sesungguhnya tempat kembali kalian adalah neraka”, lantas apa maksud Allah Swt menggunakan kalimat bersenang-senang sebelum redaksi ancaman?

Untuk memahami maksud dari kalimat tersebut, kita perlu mengamati fenomena disekitar. Tidak jarang ketika orang tua memarahi anak-anak mereka ketika melakukan kenakalan dengan menggunakan kalimat “Ayo teruskan!”. Kalimat tersebut terkesan memerintahkan kepada anak-anak untuk meneruskan kenakalan mereka akan tetapi ketika anak-anak melihat bahwa orang tua mereka membawa sandal sambil mengatakan hal tersebut, mereka pasti akan langsung mengerti bahwa orang tua mereka sebenarnya memerintahkan untuk berhenti melakukan kenakalan, bukan memerintahkan untuk meneruskan.

Dari contoh tersebut, bisa disimpulkan bahwa Allah Swt tidak benar-benar membiarkan atau bahkan memerintahkan orang-orang musyrik untuk bersenang-senang, akan tetapi hal tersebut adalah ancaman. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa maqasid dari ayat tersebut yakni Allah Swt terkesan membiarkan atau bahkan memerintahkan orang-orang musyrik untuk bersenang-senang akan tetapi pada hakikatnya adalah ancaman.

Penulis: Ibadillah Fajar Muharram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button