ArtikelEssai Opini WawasanPaham Keagamaan NuTausiyah

Aswaja, Jalan Damai di Tengah Perbedaan: Pandangan Lora Ismael Al-Kholilie

Tuban, PCNU Online
Lora Ismael Al-Kholilie, dari Pondok Pesantren Al-Muhajirun Bangkalan, menegaskan satu hal penting: Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) itu intinya adalah persatuan. Bagi beliau, Aswaja tak lain adalah para pengikut sejati Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Poin utamanya? Selalu mencari titik temu dan menghindari perpecahan.

Landasan utama kenapa Aswaja mati-matian menjaga persatuan ada pada sabda Nabi:

“Wajib atas kalian berpegang pada persatuan (Al-Jama’ah), dan jauhilah perpecahan. Karena setan itu menyertai yang sendirian, dan dari dua orang ia menjauh. Siapa yang ingin tempat terbaik di Surga (Buhbuhatul Jannah), maka wajib melazimi Al-Jama’ah.”

Hadits ini bukan sekadar anjuran, tapi kompas. Kalau kita ingin “tempat terbaik” di Surga, kuncinya adalah bersatu. Apalagi, ciri mukmin sejati itu sederhana, yakni senang saat berbuat baik, dan sedih saat berbuat salah. Sesederhana itu!

Lora Ismael juga mengutip ulama besar, Syekh Abdul Qadir Al-Baghdadi, yang sudah merangkum ciri khas Aswaja sejak lama: “Ciri-ciri Aswaja adalah tidak pernah mengkafir-kafirkan orang lain, dan golongan yang bisa tetap harmonis di tengah perbedaan pendapat hanyalah Aswaja.”

Faktanya, dawuh ini terbukti hari ini. Di tengah masyarakat kita yang majemuk, hanya cara pandang Aswaja-lah yang mampu menyatukan, merangkul, dan menjaga keharmonisan, tanpa harus menyingkirkan atau menghakimi yang berbeda.

Lora Ismael kemudian membahas tentang kelompok Salafi-Wahabi yang menjadikan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai rujukan utama. Beliau secara tegas menyebut bahwa Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal suka mengkafirkan ulama lain yang berbeda pandangan. Jadi, jika ada pernyataan dari pengikut beliau bahwa beliau tidak pernah mengkafirkan, menurut Lora Ismael itu hanya klaim belaka.

Hal ini diperkuat dengan pandangan Syekh Ramadhan Al-Bouthi yang mengkritik: “Kelompok Salafi adalah kelompok yang gemar mengkafirkan orang lain dengan dalil/hadits yang sahih (benar), tetapi menggunakan cara yang tidak sahih (keliru).”

Menanggapi substansi ke-Aswaja-an, Kiai Haji Abdul Fadhol Senori Tuban pernah mengingatkan: “Kalau ada orang yang mengaku Aswaja tetapi akhlaknya tidak seperti nabi atau meniru nabi, maka ia adalah hanya menisbatkan saja dirinya ke Aswaja.”

Inti dari pemaparan ini adalah ajakan untuk bertindak. Di akhir majelis, Lora Ismael berpesan: Mari kita manfaatkan media sosial yang kita miliki ini dengan cara yang elegan. Tugas kita adalah memberi tahu khalayak tentang Islam yang sesungguhnya—Islam yang damai, mengedepankan persatuan, dan bukan Islam yang hobi mengkafirkan atau menghakimi.

Penulis: Muhammad Bintang Nur Rizkillah, peserta Seminar Nasional Aswaja NU Center PCNU Tuban 23 Oktober 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button