ArtikelHukum & SyariahRAMADHANWARTA

Begini Cara Tukar Uang Baru agar Tidak Haram

Tuban, PCNU Online
Lebaran selalu identik dengan uang baru. Dan seakan sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Indonesia—tukar uang pecahan baru saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Dari pecahan seribu hingga 20 ribuan.

Dari dulu hingga sekarang, lebaran dengan uang baru ini sudah menjadi budaya yang melekat bagi orang-orang kaya. Dan, sebagian bagi orang-orang yang tidak mau ketinggalan budaya. Minimal, biar tidak dianggap miskin-miskin amat. Meskipun toh hanya menukarkan pecahan seribu dan dua ribu.

Seiring dengan budaya yang terus ada dan tumbuh berkembang, kini semakin banyak saja orang-orang yang mencari peruntungan dengan menekuni profesi penukaran uang menjelang Lebaran. Hampir di setiap daerah banyak muncul orang-orang dadakan yang menjajakan uang baru dengan berbagai merek pecahan

Di Tuban, pemandangan penukaran uang ini banyak terlihat di setiap sudut jalan perkotaan. Menempati trotoar-trotoar sambil menunggu siapa aja yang datang untuk menukarkan uang. Uang lama diganti dengan uang baru yang baru jadi.

Meski sudah menjadi budaya lama dan setiap tahun menjadi pembahasan yang sama. Namun, masih saja ada yang lupa atau belum memahami bagaimana hukum menukarkan uang tersebut.
Begini, apabila “bisnis tukar uang” ini di-akad-i sebagai jual beli, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, barang yang ditukarkan harus sama jenisnya, dari timbangan, takaran, dan jumlahnya (harus tamatsul, gak boleh tafadlul). Kedua, barang yang ditukarkan harus kontan (tunai).

Contohnya begini, jika pecahan uang 100 ribu lama ditukar dengan uang baru, tetapi nominalnya melebihi uang lama dengan niat jual beli, maka hukumnya haram. Misal, uang 100 ribu ditukar dengan pecahan 20 ribuan lima lembar, tapi harus membayar 120 ribu dan dengan niat awal jual beli uang, maka hukumnya haram. Sebab, dalam akad tersebut terjadi tafadlul (lebih banyak salah satunya), tetapi dengan jenis barang yang sama.

Untuk itu, solusinya harus di-akad-i dengan ijaroh atau upah atas jasa (jual jasa bukan jual uang). Uang 100 ribu utuh lama ditukar dengan uang 100 ribu pecahan baru tapi dengan upah 20 ribu per 100 ribunya. Maka, transaksi semacam ini adalah sah, dan tidak riba.

Jadi, yang tepat adalah “Jasa Penukaran Uang Baru” bukan “Jual Beli Uang Baru” (Referensi: Kitab Fathul Qorib و يكون الربا في الشيئين)

Sayangnya, masih banyak penjaja uang baru yang tidak memahami hukum tukar uang. Pun dengan masyarakat, masih banyak yang menganggap biasa. Tidak peduli bagaimana akad menukarkan uang agar tidak haram. Yang penting dapat uang baru. Soal lebih banyak bayar dari nominal uang yang ditukarkan seakan tidak penting. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button