ArtikelTAFSIR

Nikmat Tertinggi Adalah Kedamaian Negeri? Analisis Doa Nabi Ibrahim dalam QS. Al-Baqarah (2): 126

Tuban, PCNU Online
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kenikmatan adalah sesuatu yang dicari banyak orang. Sekalipun terkadang seseorang melakukan hal yang menyakitkan, bisa jadi tujuan utamanya adalah untuk meraih kenikmatan tertentu. Seperti bekerja keras untuk mendapatkan kenikmatan ekonomi.

Kenikmatan adakalanya hanya bisa dirasakan oleh individu, ada juga yang bisa dirasakan oleh kelompok. Salah satu hal nikmat yang bisa dirasakan oleh kelompok adalah kedamaian negara. Negara yang damai bisa dirasakan nikmatnya oleh banyak rakyat.

Ketika kita membaca QS. Al-Baqarah (2): 126, di sana terdapat kalimat doa atau harapan tentang kedamaian negara, setelah itu baru doa kenikmatan lain. Mungkin dari kita menyimpan rasa penasaran, seberapa besarkah urgensi kedamaian negara, sampai dalam ayat ini menjadi doa yang menjadi urutan awal dibanding doa lain?

Tafsir Ayat

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗٓ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Artinya:  “(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.” Dia (Allah) berfirman, “Siapa yang kufur akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitabnya, Mafatihul Ghaib atau dikenal dengan Tafsir Fakhrurrazi, menjelaskan bahwa ayat tersebut menceritakan bahwa Nabi Ibrahim as pada saat itu berdoa dan mengharapkan tujuh perkara, dan yang pertama disebutkan adalah nikmat damai atau amannya negara, “Rabbi ij’alna> ha>dza> baladan a>mina>”

Adapun penempatan doa tersebut di bagian permulaan dibanding doa-doa lain, Imam Ar-Razi menjelaskan demikian:

و الإبتداء بطلب نعمة الأمن في هذا الدعاء يدل على أنه أعظم أنواع النعم و الخيرات و أنه لا يتم شيء من مصالح الدين و الدنيا الا به

Artinya: “Permulaan permohonan nikmat kedamaian (negara) di dalam doa ini menunjukkan bahwa sesungguhnya hal tersebut merupakan kenikmatan dan kebaikan terbesar. Dan sesungguhnya tidak sempurna sesuatu dari kebaikan agama dan dunia kecuali dengannya (kedamaian negara).” (Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2000 M], Juz 19 Hlm 107)

Dari penjelasan Imam ar-Razi ini bisa kita pahami bahwa doa Nabi Ibrahim tentang kedamaian negaranya, tak lain karena dengan kedamaian negara, kenikmatan dan kebaikan yang lain akan lebih mudah diraih. Karena banyak kenikmatan dan kebaikan yang sulit diraih jika kondisi negara sedang konflik, baik itu urusan agama maupun dunia.

Dalam hal keagamaan, negara yang damai dapat mempermudah penduduknya untuk menjalankan aktivitas keagamaan. fasilitas ibadah menjadi aman dan nyaman, urusan ibadah seperti zakat dan haji pun juga lebih mudah terlaksana, dan berbagai ilmu keagamaan lebih mudah diakses dan dipraktikkan.

Kalau di dalam hal dunia atau sebut saja sekuler, negara yang aman dapat memberikan fasilitas dan pelayanan yang lebih baik. Perekonomian yang stabil, pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses, kebutuhan gizi yang terpenuhi, layanan kesehatan yang memadai, dan sebagainya akan mudah direalisasikan.

Berbeda dengan kondisi negara yang tidak damai atau negara yang dilanda konflik. Baik itu konflik saudara satu negara atau konflik internasional, kondisi tersebut akan menghilangkan hampir seluruh kenikmatan yang disebutkan di atas. Ibadah, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan akan terkena dampak signifikan.

Tidak harus berupa pertumpahan darah, bahkan kondisi politik yang tidak stabil, pertarungan politik yang tak kunjung selesai pun juga berdampak signifikan terhadap berbagai bidang tersebut. Misalnya pendidikan, alih-alih peningkatan mutu, justru sebagian mengalami stagnan, atau bahkan mundur karena campur tangan pemain pertarungan politik.

Eksistensi Negara dan Islam

Agaknya, dari penafsiran ayat di atas, pada intinya yang diharapkan Nabi Ibrahim as adalah eksistensi negara. Sebagaimana apa yang dipikirkan oleh Syekh Ramadhan al-Buthi dalam Fiqhus Sirah, bahwa:

ان يجندوا كل إمكاناتهم لحماية الدين و مبادئه، و ان يجعلوا من الوطن و الأرض و المال و الحياة وسائل لحفظ العقيدة و ترسيخها، حتى إذا اقتضى الأمر بذل ذلك كله في سبيلها، وجب بذله

Artinya: “Perekrutan pasukan setiap yang memungkinkan untuk perlindungan agama dan asas-asasnya, adalah menjadikan tanah air, bumi, ekonomi, dan kehidupan sebagai jalan untuk menjaga dan meneguhkan akidah sehingga ketika keadaan menghendaki adanya pengorbanan tersebut seluruhnya di jalannya, maka wajib mengorbankannya.” (Said Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah [Beirut: Darul Fikr, 2023 M] hlm 108).

Bisa dipahami bahwa usaha untuk menjaga eksistensi negara berupa menjaga stabilitas politik, lingkungan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, sejatinya adalah implementasi dari menjaga eksistensi akidah Islam. Tidak tepat jika menjaga eksistensi Islam dikonotasikan hanya pada doktrin akidah tanpa disertai merawat keamanan dan kenyamanan negara. Wallahua’lam…

Penulis: Izzulhaq At Thoyyibi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button