ArtikelCatatan RedaksiEssai Opini Wawasan

Mengenal Kepengurusan di NU beserta Tugas dan Tanggung Jawabnya

Tuban, PCNU Online
Jamak diketahui, sebagai organisasi keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki struktur kepengurusan yang sangat lengkap. Uniknya, dari mulai Pengurus Besar (PB), Pengurus Wilayah (PW), Pengurus Cabang (PC), hingga Mejelis Wakil Cabang (MWC), hierarki atau tingkat kepengurusannya hampir sama.

Berdasar Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi, struktur kepengurusan NU dimulai dari mustasyar, syuriyah, a’wan, dan tanfidziyah. Sebagaimana termaktub dalam AD NU Bab VII tentang Kepengurusan dan Masa Khidmah pasal 14 ayat 1.

Dalam bahasa santri, tingkat kepengurusan di NU ini sesuai tingkatan atau maqam masing-masing pengurus. Dan berikut penjelasan dari tingkatan kepengurusan di NU.

Mustasyar

Pada pasal 14 ayat 2 AD NU dijelaskan, mustasyar adalah penasihat. Baik di PBNU, PWNU, PCNU, maupun MWCNU, Mustasyar melekat di kepengurusan. Tugas dan wewenangnya memberikan nasihat kepada pengurus NU di setiap tingkatan, baik diminta maupun tidak. Dalam ensiklopedia NU Jilid 3 (2014: 134) dijelaskan bahwa mustasyar berfungsi sebagai ishah zatil bayn (menyelesaikan persengketaan). Juga memiliki wewenang untuk menyelenggarakan rapat internal jika dianggap perlu. Namun, mustasyar tidak memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan pengurus.

Syuriyah

Dijelaskan dalam pasal 14 ayat 3 AD NU, syuriyah adalah pimpinan tertinggi di kepengurusan NU. Jabatan di kepengurusan harian PBNU, Syuriyah terdiri dari rais aam, wakil rais aam, katib aam, dan baberapa katib. Sedangkan di tingkat PWNU, PCNU, dan MWCNU terdiri dari rais syuriah, wakil rais, katib dan wakil katib.

Pada pasal 18 dijelaskan bahwa syuriyah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.

A’wan

Ensiklopedia NU Jilid 3 (2014: 160) menyebut bahwa a’wan menjadi bagian dari pengurus lengkap syuriyah. Di tingkat PBNU, a’wan terlibat—utamanya dalam pengambilan kebijakan saat rapat pleno atau forum permusyawaratan organisasi yang lebih tinggi, seperti musyawarah nasional (munas), konferensi besar, dan muktamar. Adapun di pengurus cabang seperti musyawarah kerja (musker) dan konferensi cabang (konfercab).

Tanfidziyah

AD NU pasal 14 ayat 4 menjelaskan, tanfidziyah adalah pelaksana. Jabatan di struktur PBNU terdiri dari ketua umum, wakil ketua umum, sekretaris jenderal, wakil sekretaris jenderal, bendahara umum, dan beberapa bendahara. Di tingkat wilayah maupun cabang, terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan beberapa wakil bendahara.

Penulis: Ahmad Atho’illah
Sumber: NU Online dan diolah dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button