Menata Organisasi, Memupuk Semangat Harakah Kader PMII
Tuban, PCNU Online
Salah satu di antara keputusan Konferensi Besar (Konbes) NU 2022 adalah penataan dan penyempurnaan penjenjangan kaderisasi. Dan itu pula yang diamanahkan PCNU Tuban kepada semua lembaga dan Badan Otonom (Banom). Bahwa penataan kaderisasi adalah bagian dari konsolidasi organisasi. Sehingga harus dijalankan dengan sebaik mungkin.
Sebagai salah satu Banom NU, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tuban tengah menyusun agenda konsolidasi kaderisasi dari tingkat cabang, komisariat hingga rayon. “Dalam waktu dekat ini kami (PC PMII) akan melakukan safari kaderisasi ke semua komisariat dan rayon di masing-masing kampus se-Kabupaten Tuban,” kata Ketua Umum PC PMII Tuban Abid Arrohman.
Agenda konsolidasi kaderisasi ini, terang Abid, mencakup beberapa pembahasan. Di antaranya, menyusun database kader mulai Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar (PKD), hingga Pelatihan Kader Lanjut (PKL). Berikutnya, melakukan analisa kelemahan dan kelebihan kaderisasi di setiap komisariat maupun rayon. “Sehingga target yang ingin dicapai di setiap komisariat menjadi jelas, terukur, dan terarah,” terangnya.
Lebih lanjut aktivis mahasiswa Universitas PGRI Ronggolawe Tuban ini mengatakan, salah satu konsep yang disiapkan adalah kaderisasi berbasis keilmuan perguruan tinggi sesuai karakteristik masing-masing. Adapun target dari konsolidasi ini, nantinya dapat tersusun buku kurikulum atau semacam silabus kaderisasi sesuai aturan dan kebutuhan organisasi. “Semoga apa yang kita dicita-citakan bersama ini dapat berjalan lancar dan terealisasi,” harapannya.
Menjadi Pengurus Harus Memiliki Semangat Harakah
Jamak di-mafhum, pengaderan dalam organisasi merupakan hal mutlak yang harus dijalankan. Apalagi organisasi keagamaan yang memiliki peran sosial, termasuk NU. Sejak didirikan pada 1926, kepengurusan dan kepemimpinan di tubuh NU telah berganti dari generasi ke generasi. Yang muda menggantikan yang tua, dan yang tua memberikan bekal pengalaman kepada yang muda. Begitu siklus yang sudah berjalan. Para santri dan aktivis muda NU saat ini merupakan orang-orang yang akan memegang kendali kepemimpinan NU pada periode 10-20 tahun mendatang. Dengan demikian, penanaman nilai-nilai NU dan Aswaja mesti dilakukan secara terus menerus dan berjenjang guna memastikan nilai dasar NU tidak berubah. Termasuk di kalangan aktivis mahasiswa NU seperti PMII.
Sebagaimana ditegaskan PBNU, menjadi pengurus NU di lembaga maupun Banom tidak cukup sekadar menjalani amaliah keagamaan seperti tahlilan, baca doa qunut, bertarekat, salawatan, istighosah atau lainnya. Para pengurus harus memiliki fiikrah (pemikiran) yang sama dalam aspek teologis, fiqih, maupun dalam bidang tasawuf. NU juga memiliki sikap dasar bertindak yang meliputi tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan ‘adalah (adil). Tak cukup sama dalam aspek amaliah dan fikrah, para pengurus NU juga wajib memiliki harakah (gerakan) yang sama.
Amaliah dan fikrah merupakan konsep yang abstrak, sedangkan harakah merupakan wujud nyata eksistensi organisasi yang tercermin dalam kontribusi NU dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Pengaruh dan eksistensi NU ke depan, ditentukan oleh harakah tersebut.
Konsep pengaderan NU merupakan bagian integral dari gerakan khidmah NU kepada umat dan bangsa. Artinya, menjadi pengurus NU tidak hanya menggunakan pendekatan sekadarnya, sebisanya, seikhlasnya. Jika memang tidak siap berkhidmah, biarlah orang lain berperan, yang bisa bekerja dan berkontribusi lebih baik. Di sinilah pengaderan memiliki posisi penting untuk memastikan semua pengurus memiliki amaliah, fikrah, dan harakah yang sama. (red)