
Tuban, PCNU Online
Selain bubur muhdor, tradisi takjil Ramadan di perkampungan Arab, Kelurahan Kutrorejo, Kecamatan Tuban yang masih terjaga hingga sekarang adalah bubur suro. Secara tekstur dan rasa, kedua kuliner khas buka puasa hampir sama.
Bedanya, bubur sura dimasak di halaman Masjid Muhdor, Jalan Pemuda, sedangkan bubur suro dimasak di Masjid Astana, kompleks makam Sunan Bonang Tuban.
Bubur yang khas dengan bumbu rempah dan kaldu ini dibagikan saban hari menjelang waktu berbuka. Biasanya, masyarakat sudah antre sejak pukul 16.00. Sedangkan masaknya dimulai pukul 13.00. Bubur dimasak dalam dua kuali besar. Setiap kuali berisi 6 kilogram (kg) beras, dicampur daging plus balungan sapi 5 kg, bumbu dan rempah-rempah secukupnya, serta air 5 liter. Menjelang magrib, bubur ludes terbagi.
Rochim, salah satu pengantre mengatakan, tradisi ini sudah turun temurun. Dan, seakan tak lekang oleh zaman. Saban tahun tidak pernah absen memasak bubur dengan rasa khas Timur Tengah itu.
‘’Hanya pas saat covid yang absen. Soalnya ada larangan berkerumun,’’ katanya.
Bagaiman soal rasanya, Rochim menuturkan, dari dulu hingga sekarang rasanya tidak pernah berubah. ‘’Rasanya sudah khas dan tidak berubah. Seingat saya, dari dulu sampai sekarang, rasanya ya seperti ini,’’ terang dia.
Imam Masjid Astana, Kumaidi menuturkan, dibandingkan bubur pada umumnya, rasa rempah bubur suro cukup kuat dan dibalut dengan gurihnya kaldu. ‘’Selain untuk warga, juga untuk umum seperti musafir,’’ terang dia. (red)