
Tuban, PCNU Online
Puasa Ramadan adalah ibadah atau ritual agama yang luar biasa. Jika ibadah yang lain durasi pelaksanaannya relatif pendek dan singkat, berbeda dengan ibadah puasa. Ibadah salat, misalnya. Untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan salat hanya butuh waktu beberapa menit saja.
Demikian pula ibadah haji atau umrah. Orang menahan diri dari yang membatalkannya, khususnya saat berpakaian ihrom paling lama selama menjalankan wukuf di Arofah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Juga hanya paling lama beberapa hari kalau ambil Nafar Tsani. Maksimal empat hari.
Namun, kalau mengerjakan ibadah puasa Ramadan harus menahan diri setiap hari selama kurang lebih 14 jam. Selama sebulan penuh. Lebih hebat lagi, ibadah puasa di Bulan Suci ini dikerjakan oleh umat Islam seluruh dunia di bawah satu komando perintah Allah dalam surah Al Baqarah ayat 183 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu semua berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu semua tergolong orang-orang yang takwa.”
Tingkatan Puasa
Secara umum ibadah puasa adalah menahan atau mencegah, yakni mencegah dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, bersenggama di siang hari. Namun, dalam pelaksanaannya bisa dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Pertama, puasanya orang umum, yakni puasa menahan diri dari hal yang membatalkan puasa, khususnya makan, minum, dan menjaga hubungan seksual di siang hari.
Kedua, puasa khusus. Selain menahan makan, minum, dan hubungan seksual juga menahan pandangan mata dari melihat lawan jenis, menahan bicara kotor, dan perbuatan yang tidak baik.
Ketiga, adalah puasa khususnya khusus. Yaitu, selain menahan yang nomor pertama dan kedua, juga ditambah dengan menahan hati atau perasaan yang tidak baik. Baik perasaan terhadap sesama manusia maupun tarhadap Allah SWT.
Puasa dan Kepedulian Sosial
Tujuan akhir puasa atau goal-nya adalah agar menjadi orang yang bertakwa sebagaimana dalam ayat 183 Surah Al Baqarah. Sedangkan tanda-tanda orang bertakwa adalah iman kepada Allah, mendirikan salat, dan membelanjakan hartanya sebagaimana Surah Al Baqarah ayat 1-3.
Oleh karena itu, di akhir atau setelah mengerjakan ibadah puasa diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah bagi umat Islam. Ini semua adalah rangkaian ritual ibadah puasa di mana umat Islam diwajibkan puasa. Artinya disuruh merasakan apa yang dirasakan oleh kaum fakir miskin sampai kekurangan, bahkan kelaparan. Setelah itu timbul empati dalam bentuk mengeluarkan zakat untuk menyantuni mereka. Rasa empati inilah yang diharapkan timbul dari para aghniya atau orang kaya.
Khusus zakat fitra adalah kepedulian sosial yang sangat emergensi, karena harus dikeluarkan setiap jiwa manusia. Kenapa disebut emergensi? Hal ini karena Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan umat Islam, sehingga harus bersenang hati. Jangan sampai ada yang sedih karena tidak bisa makan dan tidak memiliki bahan makanan.
Diharapkan Ramadan ini mampu meningkatkan kepedulian sosial setiap mukmin, sehingga terwujud kehidupan yang saling asah, asih, dan asuh. Dengan demikian, terwujudlah masyarakat yang rukun dan damai yang diridai Allah, sesuai dengan cita-cita Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.
Penulis: H. Kasduri (Pengurus MUI dan FKUB Tuban)
Editor: Ahmad Atho’illah