ArtikelEssai Opini Wawasan

Tradisi “Closingan” Sebelum Ramadan yang Salah Kaprah

Tuban, PCNU Online
Bulan Ramadan selalu hadir dengan kemuliaan dan keberkahan yang tak terhingga. Umat Islam di seluruh dunia menantikan momen ini sebagai ladang pahala yang terbuka luas seolah sangat rindu dengan hadirnya bulan ini. Ironisnya, ada tren di kalangan anak muda yang justru menyambut bulan suci ini dengan cara yang bertolak belakang dengan makna ramadan itu sendiri. Alih-alih mempersiapkan diri dengan memperbanyak ibadah dan introspeksi diri, justru mereka terjerumus dalam fenomena yang disebut sebagai “Closingan”.

Dikutip dari IDN Times dalam unggahan pada 25 Februari 2025, fenomena ini telah viral dengan menggambarkan kebiasaan masyarakat yang ramai-ramai menyelesaikan urusan duniawi sebelum memasuki bulan suci.

Istilah ini merujuk pada perilaku sebagian orang yang sengaja berbuat dosa sebanyak-banyaknya sebelum ramadan tiba, seolah-olah mereka akan kehilangan kesempatan untuk bersenang-senang setelahnya. Fenomena ini tentu sangat memprihatinkan dan bertentangan dengan esensi ramadan yang sesungguhnya.

Untuk itu, mari kita bedah bersama-sama mengapa fenomena ‘Closingan’ Ini terjadi terutama dikalangan pemuda.

Fenomena “Closingan” bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Ada berbagai faktor yang melatarbelakanginya, di antaranya:

  1. Salah Kaprah dalam Memahami Hadirnya Bulan Ramadan. Sebagian orang menganggap ramadan sebagai bulan penuh larangan dan pembatasan. Menurut mereka pada saat bulan ramadan, mereka tidak akan bisa menikmati hiburan, kebebasan, dan kesenangan seperti biasa. Akibatnya, sebelum ramadan tiba, mereka merasa perlu “melampiaskan” hasrat duniawinya terlebih dahulu dengan melakukan berbagai hal yang justru dilarang agama.
  2. Pengaruh Pergaulan dan Budaya Populer. Dengan kemajuan teknologi dan media sosial, berbagai tren menyimpang semakin mudah menyebar. Anak muda yang kurang memiliki pemahaman agama yang kuat cenderung mengikuti tren ini demi eksistensi dan pergaulan sosial. Mereka lebih takut ketinggalan tren daripada kehilangan pahala dan keberkahan ramadan.
  3. Kurangnya Kesadaran Spiritual. Ramadan adalah momen introspeksi dan penyucian diri. Amal kebaikan yang kita lakukan di bulan ramadan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.

Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW:

مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ

Artinya: “Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR Ahmad).

Sayangnya, sebagian generasi muda justru kurang menyadari esensi ini. Mereka menganggap ibadah hanya sebagai kewajiban tahunan, bukan sebagai proses spiritual yang berkelanjutan.

Menyambut Ramadan dengan Membersihkan Diri. Seharusnya kita memaknai bulan ramadan dengan bulan yang penuh berkah, bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu. Pada bulan ini juga, terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.

Rasulullah bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ

Artinya: “Telah datang bulan ramadan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu. Saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan”. (HR Ahmad).

Dalam ajaran Islam, menyambut ramadan seharusnya dilakukan dengan membersihkan diri, baik secara fisik maupun spiritual. Nabi telah mencontohkan bagaimana persiapan menyambut bulan suci ini dengan cara yang benar. Berikut beberapa hal yang seharusnya dilakukan menjelang ramadan:

1. Memperbanyak Puasa Sunnah. Rasulullah memperbanyak puasa sunnah di bulan Syakban sebagai bentuk persiapan menuju ramadan. Hal ini bertujuan untuk membiasakan tubuh dan jiwa agar lebih siap menghadapi bulan penuh ibadah.

Tatkala beliau ditanya, “Puasa apakah yang paling utama setelah ramadan?” Beliau menjawab:

شَعْبَانَ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ

Artinya: “(Puasa) Sya’ban demi mengagungkan ramadan,” (H.R At-Tirmidzi).

2. Meningkatkan Kualitas Ibadah. Sebelum Ramadan tiba kita seharusnya mulai memperbaiki kualitas salat, memperbanyak membaca Al-Qur’an, dan memperdalam ilmu agama. Hal ini akan membantu kita lebih siap menjalani Ramadan dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan.

3. Membersihkan Diri dari Dosa dan Kesalahan. Seharusnya menjelang Ramadan, seorang Muslim memperbanyak istighfar, meminta maaf kepada sesama, dan menjauhi perbuatan dosa. Bukan justru sebaliknya, menumpuk dosa sebelum masuk bulan suci.

Hal itu seperti yang diungkap Rasulullah SAW:

مَنْ لَزِمَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Artinya, “Siapa saja yang membiasakan istigfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar atas segala kesempitannya, memberikan kelapangan atas segala kesusahannya, serta memberinya rezeki dari jalan yang tak disangka-sangka,” (HR. Abu Dawud).

4. Menata Niat dan Meningkatkan Kesadaran. Ramadan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang mendidik jiwa agar lebih baik. Oleh karena itu, sebelum ramadan tiba kita harus menata niat dengan benar dengan menjadikan bulan ini sebagai ajang perbaikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah.

Dampak Negatif ‘Closingan’ bagi Diri Sendiri

Mereka yang terbiasa melakukan “Closingan” sebelum Ramadan sering kali tidak sadar bahwa perilaku ini memiliki dampak buruk yang signifikan:

  1. Hilangnya Kesempatan Menggapai Keberkahan Ramadan. Ramadan adalah bulan penuh rahmat dan ampunan, tetapi jika seseorang memasukinya dengan hati yang penuh dosa tanpa bertobat, maka kemungkinan keberkahan itu tidak dapat dirasakan sepenuhnya.
  2. Sulit Menyesuaikan Diri dengan Ibadah. Mereka yang menghabiskan hari-hari sebelum Ramadan dengan maksiat sering kali merasa sulit untuk langsung menyesuaikan diri dengan kebiasaan ibadah. Akibatnya, mereka merasa malas dan tidak memiliki semangat untuk menjalani ibadah ramadan dengan maksimal.
  3. Kecanduan Perbuatan Dosa. Kebiasaan berbuat dosa sebelum ramadan dapat berujung pada kecanduan. Jika tidak segera dihentikan, perilaku ini akan terus berlanjut bahkan setelah Ramadan berakhir sehingga seseorang semakin jauh dari nilai-nilai Islam.

Saatnya Mengubah Pola Pikir

Daripada menganggap ramadan sebagai momen pembatasan, kita harus melihatnya sebagai peluang emas untuk memperbaiki diri dan meraih pahala sebanyak-banyaknya. Ramadan bukan bulan yang mengekang, melainkan bulan yang membebaskan jiwa dari belenggu hawa nafsu dan dosa. Justru di bulan ini, Allah membuka pintu ampunan dan rahmat-Nya seluas-luasnya bagi mereka yang benar-benar ingin berubah.

Sebagai generasi muda, kita harus menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Daripada mengikuti tren “closingan” yang melenceng dari pemahaman agama, lebih baik kita mulai menyebarkan kesadaran bahwa menyambut ramadan dengan beribadah dan memperbaiki diri adalah langkah yang jauh lebih mulia. Mari kita jadikan bulan suci ini sebagai titik balik untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bukan sekadar formalitas tahunan.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barang siapa berpuasa ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini mengingatkan kita bahwa ramadan adalah kesempatan besar untuk mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, mari kita sambut bulan yang penuh berkah ini dengan hati yang bersih, niat yang tulus, dan semangat ibadah yang tinggi. Bukan dengan “closingan” dosa, melainkan dengan membuka lembaran baru menuju kehidupan yang lebih baik. Wallahu a’lam bishawab.

Penulis: Mochammad Zakaria – Santri Pondok Pesantren Al-Hasani Logawe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button