Tuban, PCNU Online
Dipusatkannya kegiatan Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) ke-1 NU Tuban di Kecamatan Senori tidak lepas dari sejarah panjang perjalanan NU di Kabupaten Tuban.
Jauh sebelum NU Cabang Tuban berdiri, jamiyah terbesar di Indonesia, bahkan dunia ini sudah berkembang di wilayah Kecamatan Senori. Sehingga, Senori memiliki keterkaitan historis terhadap berdirinya NU di Bumi Wali.
Sebagaimana banyak dituliskan dalam beberapa literatur, sebelum cabang NU Tuban berdiri, telah lebih dulu berdiri NU Cabang Jenu di wilayah pesisir Tuban sekitar tahun 1935. Kemudian, kurang lebih satu setengah dekade berikutnya atau sekitar tahun 1949, NU mulai aktif di wilayah selatan Tuban, yang dipusatikan di Kecamatan Senori.
Selanjutnya, pada tahun 1952, setelah NU berpisah dengan Masyumi, NU Cabang Senori berdiri. Cabang ini meliputi beberapa kecamatan, di antaranya, Kecamatan Senori, Jatirogo, Bangilan, Jatirogo, dan beberapa kecamatan di wilayah sekitar.
Saat itu, KH Masyhuri sebagai Rais Syuriah dan Kiai Nur Salim yang merupakan alumni Pesantren Tebuireng sebagai Ketua Tanfidziyah.
Dengan demikian, kala itu—diawal perkembangan jamiyah NU di Tuban terdapat dua cabang, yakni NU Cabang Jenu dan NU Cabang Senori. Saat itu belum ada aturan satu daerah satu cabang.
Aturan baru muncul setelah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua PBNU. Sehingga NU Cabang Jenu dan Senori melebur menjadi NU Cabang Tuban.
Ketua Panitia Muskercab ke-1 PCNU Tuban Kiai Jauhari Fahmi menuturkan, pemusatkan muskercab ini seperti halnya Muktamar NU ke-33 yang digelar Jombang. Dulu, Kiai Mustofa Bisri meminta agar Muktamar NU digelar di Jombang karena ingin napak tilas awal berdirinya NU di Jombang.
“Kami (panitia, Red) pun husnuzan, kenapa Muskercab ke-1 PCNU Tuban ini digelar di Senori, karena beliau-beliau (para pengurus NU, Red) ingin mengikuti jejak Kai Mustofa Bisri (yang menginginkan Muktamar NU ke-33 di gelar di Jombang, Red). Semoga dengan muskercab yang dipusatkan di Senori ini, kita semua mendapat berkah dari para pendahulu NU Tuban,” tutur Kiai Fahmi.
Lebih lanjut Kiai Fahmi menyampaikan, organisasi yang besar adalah yang menghargai perjuangan para pendahulu—perjuangan para masyayikh. Dan salah satunya adalah dengan napak tilas perjuangan para beliau (pendahulu). “Semoga ini (kegiatan muskercab yang dipusatkan di Senori, Red) sesuai dawuhnya para ahli hikmah: Qod zaroa man qoblanaa hatta na’kula wa nahnu nazrou liya’kula man ba’danaa,” ujarnya.
Diutarakan Kiai Fahmi, bahwa sungguh telah menanam para pendahulu kita, sehingga kita bisa memakannya sekarang ini. Untuk itu, (saat ini) mari kita menanam supaya bisa di makan generasi setelah kita. “Semoga Allah memberikan pertolongan bagi kita semua agar bisa menanam (memberikan peninggalan yang baik sebagai pengurus NU) agar nanti bisa dinikmati oleh generasi setelah kita,” harapannya.
Penulis: Abdur Rochim
Editor: Ahmad Athoillah